Rabu, 13 Januari 2010

HARGA SEBUAH KEHIDUPAN

Menurut penelitian dari Eropa menegaskan bahwa harga 1 org manusia jika dibeli dilihat dari semua sel-sel dari tubuh manusia itu sendiri harganya adalah sebesar APBN sebuah negara. Apalagi Tuhan yang memberi nilai bagi kita tentu jauh lebih berharga dari apapun krn kita ciptaannya. So, Hargailah hidup Anda. Alangkah bodohnya orang yg ingin bunuh diri.

Jika ditelaah lebih dalam, dalam sebuah bentuk pertanyaan,
APAKAH KEUNTUNGAN SESEORANG YANG INGIN MENGAKHIRI HIDUPNYA DENGAN BUNUH DIRI MISALNYA???

Jawabannya: TIDAK ADA SELAIN RASA KASIHAN ORANG DAN GELENGAN KEPALA BANYAK ORG.

KUNCINYA ADALAH: SYUKURI APA YG ADA DIDALAM HIDUP KITA MAKA ALLAH YG PUNYA DAMAI SEJAHTERA AKAN MEMELIHARA HATI DAN PIKIARNMU.

Jumat, 25 September 2009

pemulung IV


IMPLEMENTASI TERHADAP GEREJA MASA KINI


            Jika kita berbicara masalah implementasi maka akan ada dilibatkan dampak-dampak yang besar bagi subjek itu sendiri secara khusus dalam kehidupan pemulung dengan gereja atau kehidupan jemaat yang miskin dengan adanya gereja. Jelas sekali terlihat bahwa gereja adalah sebuah wadah yang memiliki pengaruh dan pengaruh itu akan menjadi sebuah teladan yang baik bagi gereja-gereja lainnya di Indonesia. Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia mempunyai dampak positif terhadap jiwa- jiwa atau jemaat yang miskin atau lebih spesifik lagi adalah komunitas pemulung di Simpang Kongsi Pancur  Batu.
            Dengan adanya pelayanan yang bergerak dibidang pemberdayaan jemaat miskin maka harapannya adalah bahwa gereja-gereja  yang ada dan sudah memiliki jiwa atau jemaat yang miskin akan semakin termotivasi untuk lebih mengembangkan sayap dan membuat terobosan-terobosan baru. Bagi gereja yang masih  berkembang juga diharapkan mampu menjadi gereja yang kuat dan kreatif untuk menciptakan karya yang terbaik untuk kemuliaan Tuhan. Allah yang menjadi dasar segala pelayanan yang ada akan terus memberkati gereja yang mau melayani, bahkan lebih dari itu adalah akan memberikan segala yang tidak pernah dipikirkan oleh gereja itu sendiri. Oleh sebab itu pelayanan harus dimulai dengan penyerahan diri yang total kepada Tuhan.
            Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia (GPIBI) sudah menggeluti pelayanan kepada para pemulung di Simpang Kongsi, dan dengan program-program yang sudah direalisasikan serta membawa pengaruh besar bagi kehidupan jemaatnya. Pengaruhnya antara lain adalah jemaat yang selama ini hanya memiliki pengetahuan hanya sebatas pekerjaan pemulung, dan mulai berkembang menjadi jemaat yang produktif dan bersemangat.
Membuka Pos PI yang Baru bagi Gereja
yang Melayani Komunitas Miskin

            Banyak orang datang kepada Kristus melalui pekerjaan para pelayan Injil atau melalui uluran tangan kelompok-kelompok khusus. Tetapi setelah mereka menjadi orang Kristen, mereka memerlukan suatu jemaat setempat untuk mengasuh dan membina mereka. Walaupun kita datang kepada Kristus sendiri-sendiri, kita tumbuh sebagai anggota satu tubuh. Tanpa suatu wadah untuk pengasuhan kita mudah diserang musuh kita dapat melihat hal seperti ini pada saat timbulnya Jesus Movement pada tahun tujuh puluhan. [1] Kita dapat menjangkau kaum miskin melalui pelayanan dijalan-jalan, tetapi ketika mereka menjadi Kristen, mereka harus bergabung dengan jemaat supaya tetap tinggal dalam iman baru mereka.
            Gereja memainkan empat peranan khusus dalam pertumbuhan rohani seorang Kristen, salah satunya adalah : Pelayanan, didalam jemaat kita dapat menyatukan dana dan kemampuan kita untuk menjangkau orang lain datang kepada Kristus. Kita dapat berhubunagn dengan orang Kristen lain yang sama melayani, baik itu kepada anak-anak, para tuna wisma, atau dalam misi dunia sekalipun. Pertumbuhan rohani tidak terjadi tanpa unsur-unsur ini. Kita tidak hanya diasuh dengan tujuan untuk bertumbuh secara mementingkan diri sendiri. Secara rohani kita menjadi kuat karena sumbangan kita kepada tubuh Kristus dan juga karena kita dengan sengaja hidup dari makanan rohani. [2]
            Penginjilan begitu penting dalam pelayanan suatu gereja karena dalam penginjilan terlihat jelas bahwa gereja yang menginjili adalah gereja yang bertumbuh dan gereja yang akan maju, serta gereja yang diberkati. Oleh sebab itu, dengan adanya penginjilan maka akan ada satu kemauan untuk mengembangkan pelayanan sebab dalam firman Tuhan tertulis jelas.
            Pembukaan Pos PI merupakan mesin untuk memenangkan jiwa lewat pekerja-pekerja dalam gereja. Bahkan lebih dari itu diharapkan juga jemaat-jemaat yang sudah bertumbuh akan sama dengan Hamba-hamba Tuhan tersebut untuk memenangkan jiwa sebanyak mungkin. Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia (GPIBI) sudah menerapkan konsep semangat penginjilan serta membuka Pos PI yang baru, diantaranya Pos PI komunitas pemulung yang ada di perumahan Milala, dan Pos PI komunitas gelandangan dibawah jembatan yang ada di Jalan Perdana, serta Pos PI komunitas pemulung jalanan yang ada di Koserna Ujung Pasar Lima Padang Bulan.
            Seluruh Pos PI ini di rintis oleh tim pelayan Gereja Perhinpunan Injili Baptis Indonesia (GPIBI). Pos-pos PI ini menjadi salah satu fokus pelayanan di Gereja induk di simpang kongsi. Jumlah jiwa yang ada pada masing-masing Pos PI sekitar 10-15 kepala keluarga semetara di Gereja Induk jumlah jiwa 43 kepala keluarga.
Mengubah Paradigma Tentang Pemulung
            Pemikiran yang identik dimiliki oleh para pemulung adalah mereka cenderung memiliki sifat yang keras tetapi sering kali bersifat negatif. Mereka suka dengan kekerasan misalnya, perkelahian,”memalak”, mabuk, bekata kotor, dan sebagainya. Para pemulung ini beranggapan bahwa hidup ini harus dinikmati selagi masih hidup, mereka juga merasa bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan hanya sebatas mitos. Pola pemikiran para pemulung ini dimiliki oleh mereka –mereka yang tidak percaya kepada Yesus, kalimat ”tidak perlu ke gereja” sering diucapkan untuk mempengaruhi orang-orang percaya di sekitarnya.
            Pola pikir yang tidak berkembang terus terjadi dari generesi ke generasi secara khusus para pemulung yang jauh dari Tuhan. Tidak hanya dari segi ke-Tuhanan  tetapi juga dari segi pendidikan, pengetahuan yang rendah mengakibatkan pola pikir yang rendah pula, tidak mampu untuk mengembangkan diri, tidak mampu untuk menciptakan sesuatu yang membawa dia kepada kesuksesan dan perubahan. Oleh sebab itu Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia (GPIBI) membuat program-program gereja yang mencakup semua aspek kehidupan yang rendah bagi para pemulung diantaranya, dibuatnya program belajar- mengajar bidang studi bagi anak-anak pemulung yang tidak mampu membiayai sekolahnya.
            Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa : memaparkan rahasia penanggulangan kemiskinan dengan mengandalkan kekuatan spiritual lebih dulu dibandingkan kekuatan intelektual atau emosional…. pentingnya membangun kekuatan serta kecerdasan spiritualitas, emosional dan intelektual masyarakat secara seimbang, dalam upaya penanggulangan kemiskinan. [3]
            Pekerjaan yang dikerjakan oleh para pemulung ini biasanya dilakukan dengan berbagai jenis pekerjaan antara lain: mengumpulkan plastik assoi, membuat kompos, dan mengambil makanan basi. Menabur / berinvestasi adalah pola pikir, tindakan dan kebiasaan yang dilakukan oleh orang orang kaya, makanya mereka yang ingin kaya, harus berpikir dan bertindak serta mempunyai kebiasaan sebagai layaknya orang kaya terlebih dahulu. Dan penulis percaya ini sama seperti SUKSES, mereka yang mau sukses harus terlebih dahulu berpikir, bertindak dan memiliki kebiasaan seperti layaknya orang sukses. [4]
 Biasanya orang beranggapan, bahwa mereka ”berbahagia”, apabila mereka bisa memiliki ”semua” — kekayaan, kekuasaan, kemashuran, kesehatan, kesenang-an, umur panjang – walau minus Kerajaan Allah. Sebab yang ini – Kerajaan Allah – itu entah prioritas nomor berapa namun bagi Yesus, yang berbahagia adalah mereka yang ”empunya Kerajaan Sorga”. [5]
            Gereja tidak hanya bertujuan membawa jiwa datang kepada Kristus tetapi juga mempunyai tujuan untuk merubah pola pikir jemaat. Demikian halnya dengan Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia ambil bagian untuk memberikan pelayanan yang lebih kepada jemaat pemulung yang ada di Simpang Kongsi Pancur Batu. Oleh sebab itu dengan mengingat fokus pelayan ini penulis mempunyai beberapa alasan mengapa seharusnya Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia terlibat dalam kehidupan masyarakat Kristen:
  • Dengan perantaraan Yesus Kristus, Allah telah membuat kita menjadi bagian dalam satu umat. Artinya sebagai orang Kristen, kita adalah anggota yang seorang terhadap yang lain. Dan kita perlu berada bersama dengan saudara kita untuk membentuk satu kesatuan umat Allah yang baru.
Yang artinya bahwa kesatuan umat Allah yang baru bukan berarti gereja memisahkan para pemulung dan membentuk satu komunitas yang baru yakni komunitas pemulung, seperti halnya dengan bangsa Israel yang adalah umat Allah dan berbeda  dengan Kristen yang sekarang adalah umat Allah yang baru. Para pemulung akan di berikan penjelasan atau kesadaran bahwa komunitas pemulung adalah komunitas yang bisa di gabungkan dengan komunitas masyarakat yang lainnya sehingga setiap orang akan saling membantu, menguatkan dan memberikan keseimbangan.
  • Keikutsertaan dalam tubuh Kristus merupakan sarana untuk bertumbuh dan sarana untuk melayani. Ketika gereja melayani maka akan terlihat bahwa kita bertumbuh dalam iman dan gereja juga akan menjadi gereja yang berhasil terlebih ketika  kita berhubungan erat dengan saudara-saudara kita dalam Kristus.
  • Allah sudah memerintahkan kita untuk menjadi bagian dari masyarakat Kristen miskin maupun kaya. Dan Allah menginginkan kita mengasihi siapapun yang menjadi sudara kita didalam Kristus. [6]
Dengan adanya pola pikir yang ditengah-tengah komunitas ini maka diharapkan akan mendapatkan hasil yang baik yakni berubah menjadi semakin baik. Bagi orang Kristen seharusnya berubah merupakan gaya hidup. Pada waktu kita menerima Kristus kita diterima dan dibenarkan olehNya. Tetapi kita tidak menjadi menyerupai Dia dalam seketika. Kita mengalami suatu proses perubahan untuk menjadi orang-orang yang Allah inginkan. [7]
            Ada beberapa metode yang dapat dipakai untuk suatu perubahan yakni :
  1. Pembacaan Alkitab mengubah diri Anda. Ditengah-tengah pelayanan Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia (GPIBI) Alkitab adalah satu-satunya buku yang pengarangnya selalu hadir saat dibaca. Para pelayan mencoba untuk menanamkan satu konsep pemikiran yakni setiap kali jemaat membaca Alkitab maka perubahan akan dialami. Dengan membaca Alkitab juga dibarengi sikap beribadah yang mengundang hadirat Allah hadir sampai pada akhirnya jemaat dikuatkan untuk melakukan apa yang sudah dibaca didalam Alkitab.
Tujuan dari metode ini adalah mengajarkan jemaat untuk melakukan doa dan pembacaan Firman tuhan setiap hari, melatih mereka untuk selalu bergantung kepada firman Allah yang menjadi dasar kehidupan mereka sehari-hari. Ketika jemaat melakukan kegiatan sehari-hari di pembuangan samapah, maka menjelanfg malam hari atau pagia hari mereka boleh merenungkan setiap perbuatan mereka, sehingga jemaat mampu mengkoreksi diri melalui firman Tuhan.
  1. Pembacaan Alkitab dalam kelompok mengubah diri jemaat. Dalam arti jemaat yang di layani setiap satu minggu sekali diadakan kelompok Sel yang anggotanya hanya beberapa orang saja sebab dalam aplikasinya jemaat diajak untuk membaca Alkitab bersama teman-teman yang lainnya dalm satu kelompok. Didalam kelompok itu juga dilakukan tanya jawab atau sherring, sehingga hati mereka dapat sedikit lega. Tidak hanya ditengah-tengah jemaat dewasa saja dibuat metode ini tetapi juga di dalam Muda-mudi Remaja, bahkan kepada anak sekolah Minggu kelas besar.
Sararan yang diharapkan dari metode diatas adalah jemaat boleh saling berbagi dalam pergumulan, jemaat belajar untuk tahu bagaimana keadaan teman-teman yang lainnya, dalam arti sederhananya kasih menjadi pengikat mereka dalam Kristus.
  1. Pendalaman Firman Allah mengubah hidup jemaat. Metode yang tidak hanya sekedar membaca Alkitab tetapi mempelajarinya maka perubahan akan menguasai pikiran jemaat. Metode ini bertujuan untuk jemaat yang mau melayani, mereka harus bertumbuh lewat pemahaman mereka terhadap Alkitab secara benar.
  2. Saling mendoakan menjadi satu metode yang baik dilakukan untuk menbawa perubahan bagi jemaat yang satu tubuh dalam Kristus. Dalam kelompok sel diadakan satu sherring doa yang bertujuan untuk menjadikan jemaat tahu bahwa lewat doa mereka dapat berubah karena ketika mereka berdoa akan ada efek yang positif bagi kehidupan jemaat. Dengan mendoakan orang lain jemaat diubahkan.
Metode ini bertujuan untuk melatih jemaat mendoakan orang lain, tidak egois, dan merasakan apa yang dirasakan teman seimannya. Yang paling mendasar adalah jemaat akan mendapatkan pola kebiasaan baik yakni berdoa bagi setiap orang.
               Sebagai penutup marilah kita merenungkan pola & kebiasaan orang kaya didunia, seperti contoh kecil yang kita sudah sama tahu yaitu pemilik Microsoft dan dinasti Rockefeller, dimana mereka telah dan masih terus menabur dalam jumlah 
Luar biasa besar terhadap anak-anak di negara- negara dunia ketiga, research centre yang bertugas menemukan obat-obat untuk mengurangi angka kematian, kaum tunawisma, pendidikan bagi mereka yang miskin, makanan bagi mereka yang lapar dll. [8] 
Karakter Pemulung
            Karakter pemulung yang sudah terpola mengakibatkan kehidupan pemulung terbentuk dalam pola pikir yang negatif.  Karena pemulung berpikir bahwa dengan melakukan pekerjaan sebagai pemulung ia merasa tidak menambah sesuatu yang baik bagi kehidupannya. Hal ini menjadi beban bagi para pelayan yang ada di Simpang Kongsi- Pancur Batu. Ada satu contoh karakter pemulung yang amat lekat dalam kehidupan mereka yakni masalah kesetiaan, baik kesetiaan dalam beribadah, melakukan doa, dan bahkan mereka harus banyak diarahkan untuk kesetiaan memberikan persembahan atau persepuluhan. Banyak lagi hal yang menjadi pola karakter mereka yang melekat tetapi tetap saja kesetiaan memberi paling kurang. [9]
Secara tidak sadar banyak pengkotbah akhir-akhir ini membawa pola pikir jemaatnya untuk memberikan pesembahan kepada Tuhan supaya kita diberkati. Pengajaran di balik mimbar yang saat ini menggejala, dan cenderung menitik-beratkan pada berkat secara materi. Hal ini akan membawa jemaat pada pola pikir dan moral materialisme “berilah maka kau akan diberkati berlipat kali ganda” seperti ajakan salesman perusahaan dana investasi. Bahkan seperti menganggap Tuhan itu tidak beda dengan illah-illah lain yang memberikan rejeki. Ini bahkan memberhalakan Tuhan!
Saya mengharap saudara tidak terlampau cepat merasa aman dan bebas dari bahaya penyembahan berhala, hanya karena saudara tidak menyimpan satu patung pun dan menyembahnya. Tetapi ketika kita menganggap bahwa Allah hanya sebagai sumber berkat, kita memberhalakan Dia menjadi illah yang sama dengan kepercayaan lain, sama dengan patung-patung, sama dengan dewa ini dan dewi itu.
Kelihatannya benar walaupun mereka menggunakan banyak ayat-ayat yang mendukung yang diambil dari Alkitab tentang pemberian persembahan supaya kita diberkati . Namun Allah adalah selalu menepati janjinya, tidak pernah ada janjinya yang tidak pernah ditepati : Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. [10]
            Kemungkinan terbesarnya adalah bahwa para pemulung berpikir, jika ia memberi berarti mengurangi apa yang ia punya. Tetapi untuk mengantisipasinya para pelayan harus hati-hati untuk mengutarakan isi Firman Tuhan dalam setiap pengarahannya. Seperti: 2 Korintus 9:6 Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga.
Tidak salah apabila jemaat diajar “berilah maka engkau akan diberi”. Tidak salah mereka diajar dalam hal “perpuluhan yang mendatangkan berkat berlimpah” Tetapi hendaknya hal itu diimbangi dengan pengajaran pembentukan hati yang berkenan kepada Tuhan. Sehingga ketika mereka memberi, mereka memberi dengan hati yang mengasihi, bukan dengan tujuan untuk mendapat imbalan dari apa yang diberikannya. Penonjolan berkat jasmani dijadikan suatu bukti bahwa Allah mengasihi kita. Itu adalah penonjolan yang keliru. Maka secara tidak sengaja, jemaat digiring pada kehidupan yang materialisme. Jemaat yang kaya, merasa lebih diberkati dibandingkan jemaat yang miskin. [11]
Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia memiliki strategi untuk menyampaikan beberapa pokok Firman Tuhan yakni masalah perpuluhan strateginya ialah :
Pertama, dengan menyampaikan lewat pemberitaan Firman Tuhan diatas mimbar dalam ibadah-ibadah yang sudah berlaku  digereja. Dengan pemuridan yang dilakukan oleh gereja kepada jemaat yang akan dibaptis, dengan cara itu mereka ditanamkan dari awal masalah perpuluhan yang adalah haknya Allah, jadi ketika mereka sudah menjadi anggota jemaat resmi maka mereka tahu konsep dasar dalam bergereja.
Kedua, untuk beberapa kesempatan gereja memberikan suasana yang baru, diantaranya gereja mendatangkan hamba Tuhan yang lain untuk menyampaikan topik yang sudah di tetapkan untuk disampaikan kepada jemaat.
            Karakter para pemulung ini yang paling menonjol adalah, hidup ini dan waktu ini adalah untuk bekerja. Dengan adanya konsep pemikiran yang demikian maka ada kemungkinan mereka cenderung malas dan tidak menggunakan waktu  dengan baik untuk Tuhan dan beribadah. Hal ini menyebabkan para pelayan bekerja keras untuk membawa perubahan konsep pemikiran jemaat yang  akan mendapat tegoran. Karakter pemulung yang cenderung menjadi sangat keras membawa dampak yang juga sangat besar bagi pertumbuhan gereja, yang pada akhirnya jemaat lain juga ikut-ikutan untuk tidak memperdulikan gereja.
            Kehidupan malam yang sering dilakukan oleh beberapa jemaat yang pemulung ini kadang kala memberikan dampak yang sangat besar bagi gereja. Para pelayan merasa sangat sedih akan hal ini dan untuk mengantisipasi hal ini maka gereja mengambil bagian dalam konseling pribadi. Apa saja yang menjadi masalah bagi kehidupan jemaat itu sendiri secara pribadi.
Menciptakan Komunitas Pemulung yang Ramah Lingkungan
            Dengan adanya pemulung yang bukan berarti mereka selamanya adalah orang yang jorok dan tidak tahu arti kebersihan diri. Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia (GPIBI) turut ambil peran yang sangat penting mengarahkan jemaat untuk lebih disiplin karena gereja juga mengharapkan kebersihan menjadi satu karakter mereka yang tertanam sehingga orang lain yang melihat berpikir sama dan berubah yakni pemulung di Simpang Kongsi ternyata tahu bagaimana hidup bersih.
            Para pemulung di Simpang Kongsi ini membagi tugas kebersihan dijalan tempat tempat pembuangan sampah. Dengan adanya sampah yang dibuang di Simpang Kongsi jemaat bisa memanfaatkannya untuk satu tujuan yakni membuat pupuk kompos, jadi sampah-sampah yang sudah ada dibakar dan ayak menjadi pupuk kompos dan sampah yang non-organik dijadikan sebagai bahan baku untuk membuat barang lainya yang lebih berguna untuk di daur ulang.  Gereja selalu menghimbau jemaat untuk hidup bersih, salah satunya melalui pembelajaran Firman Allah. Konsep pemahaman yang diberikan adalah hidup bersih berarti menjaga apa yang Tuhan sudah percayakan kepada mereka. 
            Gereja juga mengadakan bimbingan penyuluhan yang bertujuan untuk menjadikan jemaat lebih kreatif menciptakan suasana yang lebih kondusif dan nyaman. Jemaat yang tinggal dirumah kontrakan pada awalnya rumahnya kotor tetapi pada akhirnya setelah dilakukan penyuluhan akhirnya jemaat mampu memahami bahwa betapa pentingnya kehidupan yang bersih walaupun mereka selalu berada ditengah-tengah lingkungan yang kotor.  Suatu peningkatan yang luar biasa terjadi ketika seluruh jemaat diubahkan.
           



[1] Internet: Awan Santosa, Dadit G. Hidayat, Puthut Indroyono, Program Penanggulangan Kemiskinan. 

                [2] Tp, Pola Hidup Kristen, (Malang: Gandum Mas, 2002), 515-516
[3] Artikel: KEKAYAAN / Bagus Pramono
[4] Internet: Wishnu Iriyanto, [mediacare] Orang yang baik hati akan diberkati.
[5]Internet: Wishnu Iriyanto, [mediacare] Orang yang baik hati akan diberkati
[6]  Tp, Pola Hidup Kristen, 1029

[7] Tp, Pola Hidup Kristen, 1029
[8] Artikel: Wishnu Iriyanto, [mediacare] Orang yang baik hati akan diberkati

[9] Artiel: KEKAYAAN / Bagus Pramono
[10] 2 Korintus 9:7
[11]. Artikel: Miskin Kok Bahagia,Sinar Harapan 2003 Sabtu, 11 September 2004
                                                    


Pemulung III


PERANAN GEREJA PERHIMPUNAN INJILI BABPTIS INDONESIA
TERHADAP PEMULUNG SIMPANG KONGSI –PANCURBATU

            Bagian ini membicarakan tentang keikutsertaan dan rasa keprihatinan terhadap orang-orang yang ada dan difokuskan pada satu objek. Dengan adanya peranan yang muncul sudah barang tentu ada keinginan untuk menanggulangi. Demikian halnya dengan peranan Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia terhadap para pemulung di Simpang Kongsi Pancur Batu, yakni gereja ternyata mempunyai kerinduan untuk memperbaiki setiap keberadaan mereka.
            Bagaimana mengenai kemiskinan memang sangat menarik untuk disimak. Teori ekonomi mengatakan bahwa untuk memutuskan mata rantai lingkaran kemiskinan dapat dilakukan peningkatan keterampilan sumber daya manusianya, penambahan modal investasi, dan mengembangkan teknologi melalui berbagai suntikan, maka diharapkan produktifitas akan meningkat. Namun, dalam praktek, persoalannya tidak semudah itu, lantas apa yang dapat dilakukan ? “selama tiga dekade upaya penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan penyediaan kebutuhan dasar, seperti pangan, pelayanan kesehatan dan pendidikan, perluasan kesempatan kerja, pembangunan pertanian, pemberian dana bergilir melalui sisten kredit, pembangunan prasarana dan pendampingan, penyuluhan sanitasi dan sebagainya. Dari serangkaian cara dan strategi penanggulangan kemiskinan tersebut, semuanya berorientasi pada meterial” [1]
            Pemerintah sendiri kurang memperhatikan para kaum miskin atau para pemulung. Tetapi yang menjadi harapan adalah jangan sampai gereja-gereja Tuhan sebagai  lembaga keagamaan yang menempatkan diri pada kelompok masyarakat  untuk mengekspresikan kegiatan, adalah menjadi suatu wadah yang tidak berfungsi, tidak memiliki keprihatinan sosialnya hanya terkenal dengan ajaran-ajaran gereja saja sedangkan perhatian terhadap komunitas miskin kurang. Padahal sesungguhnya orang-orang miskin bukan hanya sebagai orang yang merana yang harus dilepaskan dari keadaan itu melainkan juga sebagai korban-korban ketidakadilan sosial, yang perkaranya harus dibela mati-matian.
“….dipihak lain, gereja harus memproklamasikan kabar baik tentang kerajaan itu kepada orang-orang miskin secara materi, menyambut mereka dalam persekutuan, dan mengambil bagian dalam pergumulan dan problem-problem mereka” [2]

 Gereja tidak boleh mentolerir kemiskinan material diantara umatnya, sehingga gereja sebagai komunitas yang terpanggil untuk menjadi contoh dari cita-cita kerajaan Allah harus memberikan kesaksian tentang paradoks kemiskinan, kemiskinan yang erat hubungannya dengan ketidakadilan.  Kita harus membenci ketidakadilan dan mencintai kerendahan hati.
            Hal itu bukan berarti bahwa keprihatinan Kristen tertuju hanya kepada orang-orang miskin anggota gereja saja: Alkitab sendiri mengatakan bahwa kemiskinan itu adalah terutama ulah masyarakat dan bukan ulah individu yang miskin itu. Justru kita mempunyai tanggung jawab sosial maupun personal terhadap si miskin.
            Dengan adanya tanggung jawab terhadap orang miskin, penulis sangat prihatin terhadap komunitas miskin itu termasuk diantaranya para pemulung. Penulis sangat setuju dengan isi satu bagian yang paling kontoversial dari ikrar Lausanne yang diterima pada penutupan kongres internasioanl penginjilan sedunia pada tahun 1974, adalah berkaitan dengan keperluan untuk hidup lebih sederhana. Bunyinya sebagai berikut:
“semua kita terkejut oleh kemiskinan jutaan manusia dan prihatin oleh ketidakadilan yang menjadi penyebabnya mereka dari antara kita dan hidup dalam kemakmuran. Menerima selaku kewajibanya untuk menerapkan gaya hidup sederhana, dengan tujuan agar mampu menyumbang dengan kemurahan hati yang lebih besar, baik untuk meringankan beban penderitaan maupun untuk pengabaran injil.” [3]

            Dalam hal itu ternyata diberikan satu pilihan kepada kita yakni pilihan mendahulukan orang miskin.
Tahap Pendekatan Terhadap Komunitas Pemulung Simpang Kongsi
            Berbicara mengenai pendekatan maka akan diperlukan satu usaha yang kuat karena pada dasarnya untuk lebih mendalami pribadi seseorang diperlukan kesabaran, sama halnya dengan mengambil jarum dari dasar lautan ditambah lagi kerinduan kita untuk membawa seseorang kepada Kristus.
“tidak diragukan lagi bahwa gereja merupakan rintangan yang terbesar untuk menginjili dunia ! orang-orang non Kristen sebenarnya banyak yang tertarik pada Tuhan Yesus; dan mereka tidak mempunyai masalah dengan Kristus. Orang-orang Kristen dan gerejalah yang tidak bisa mereka hadapi. Orang-orang Kristen sendiri banyak yang samar-samar akan tujuan gereja, dan tidak heran kalau orang-orang non Kristen merasa bahwa salah satu batu sandungan yang terbesar untuk percaya adalah ketidakmampuan mereka untuk memahami gereja atau menemukan daya tarik Yesus dalam suatu cara yang meyakinkan” [4]

            Dari pandangan di atas jelas sekali terkadang keterbebanan kita terhadap banyak orang sangat menggebu-gebu, tanpa kita sadari sebenarnya mereka bukan kekurangan firman yang didengar tetapi karena mereka sendiri tidak siap untuk datang ke gereja karena orang Kristen yang sudah ada di dalam gereja itu sendiri menjadi batu sandungan bagi kepercayaan mereka terhadap Yesus. Tetapi sebaliknya kalimat “gereja merupakan rintangan terbesar untuk menginjili dunia” adalah sesuatu yang kurang pas sebab sesungguhnya tidak ada alasan untuk menyalahkan gereja sebagai batu sandungan terhadap penginjilan, tetapi gereja menjadi satu wadah yang memang Tuhan pakai untuk memberkati orang-orang, dan hal itu berdampak kepada bertambahnya jumlah jiwa-jiwa yang hidup dalam kasih, seperti gereja purba dalam Kisah Para Rasul.
            Pada dasarnya gereja memiliki kemampuan untuk menjangkau jiwa, tetapi yang masih diragukan adalah orang-orang Kristen yang kurang kreatif dan kurang men jadi teladan.
            Di dalam pelayanan para pemulung di Simpang Kongsi Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia melakukan pendekatan yang bertujuan untuk menjangkau komunitas pemulung ini. Ada beberapa prinsip yang dilakukan untuk pendekatan terhadap para pemulung di Simpang Kongsi, walaupun prinsip ini lebih cenderung kepada pemberdayaan tetapi prinsip ini juga memberi dampak dan pengaruh yang penting bagi pemulung.  Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia juga memiliki prinsip pendekatan yakni mencoba memberikan bantuan dan pertolongan kepadamereka ketika bekerja, walaupun pertolongan kecil itu hanya sebatas membantu memisahkan “asoi” dengan “botol” dan sebagainya tetapi hal itu cukup berguna. 
Demikian halnya, diperlukan tahap demi tahap yang harus dilakukan untuk menjangkau para pemulung di Simpang Kongsi. Tahap yang dasar sampai pada tahap yang sangat baik dikerjakan dan diusahakan oleh Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia. Mungkin begitu banyak orang Kristen yang bertanya dalam hatinya, “bagaimana cara orang Kristen harus menghadapi fakta kemiskinan yang pahit dalam dunia masa kini ?”  pertanyaan ini sangat sulit dijawab tetapi pasti ada jalan keluarnya. John Stott dalam bukunya menuliskan tentang 3 pendekatan terhadap problema kemiskinan :
Pertama, kita dapat menghadapi problema itu secara nasional, dengan cara meninjau data statistik, akali dan dengan kepala dingin. Dengan cara itu maka kita akan mengetahui suatu keberadaan yang miskin, yang ditandai oleh kekurangan gizi, buta aksara, penyakit, lingkungan yang kotor, angka kematian bayi yang tinggi dan harapan yang rendah akan umur panjang sehingga kita tarik kesimpulan sedikitpun mereka tidak mendekati definisi kata tentang suatu kehidupan yang layak dan manusiawi. Kedua, kita dapat menghadapi fenomena kemiskinan secara emosional, dengan angkara murka yang berapi-api yang ditimbulkan oleh pemandangan, suara dan bau, kebutuhan yang diderita manusia. Tetapi emosi itu adalah yang menimbulkan rasa belas kasihan. Dan pendekatan ketiga yang mestinya menstimulasi baik akal maupun emosi kita secara simultan, ialah mencari dasar-dasar penanggulangi kemiskinan yang tersurat dalam Alkitab. [5]
Survei Lapangan
            Dalam tahap pendekatan ini diperlukan survei lapangan, karena dengan adanya survei lapangan, penulis mengetahui bagaimana situasi dan kondisi  objek tersebut, yakni pemulung. Setelah 4 tahun lebih penulis berada didaerah ini, penulis melayani begitu banyak para pemulung yang memang bekerja di tempat pembuangan sampah tersebut. Daerah Simpang Kongsi ini adalah suatu daerah yang sebagian besar atau hampir semua penduduknya adalah bermatapencaharian sebagai pemulung. Bahkan lebih daripada itu para pemulung tidak hanya berasal dari Simpang Kongsi tetapi juga berasal dari daerah sekitarnya: Sungai Nangka, Gotong Royong, Namobintang, Duren Simbelang, dan sampai Kampung Batak yang cukup jauh dari pembuangan sampah, tetapi mereka juga mengadu nasib di pembuangan sampah tersebut.
            Kegiatan-kegiatan atau pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh para pemulung ini ada beberapa bagian yaitu: diantaranya ada sekelompok pemulung yang bekerja mengambil sampah jenis “asoi” yakni plastik-plastik, kaleng-kaleng, botol bekas, atau jika beruntung mereka mendapat besi, baja atau sejenisnya yang otomatis lebih mahal dari plastik-plastik tersebut.  Ada sekelompok pemulung yang bekerja mengambil sisa-sisa nasi basi  untuk dijual bagi mereka yang memiliki ternak babi dan yang paling unik adalah sekelompok pemulung yang bekerja mengelola sampah sebagai pupuk kompos.
Jadi secara umum, jenis sampah dapat dibagi dua yaitu, sampah organik (gampang hancur secara alami) dan sampah non-organik (sampah yang sulit hancur). Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dan lain-lain. Sampah sejenis ini dapat terdegradasi (membusuk atau hancur) secara alami – sebaliknya dengan sampah kering seperti kertas, plastik, kaleng dan lain-lain. Sampah jenis ini tidak dapat terdegradari secara alami, dengan membuat sampah basah itu menjadi kompos maka paling tidak volume sampah dapat di turunkan/dikurangi.
Selain pekerjaan pemulung di Simpang Kongsi ini yang setiap harinya kotor dan bau, maka hal ini menjadi kurang diperhatikan oleh jemaat.kondisi rumah para pemulung ini adalah kondisi yang sangat kurang layak dalam segi kesehatan, sebab rumah-rumah pemulung yang sebagian besar mengontrak ini tidak terjaga kebersihannya. Sama halnya dengan sebuah “kandang ayam” yang dimana-mana ada sampah, ada pakaian kotor yang tidak digantuung dimana saja, tanpa memperhatikan apakah pakaian itu baik diletakan disana atau tidak. Aroma yang kurang sedap menyelimuti ruangan demi ruangan di dalam rumah mereka, seolah-olah ada kesan bahwa tidak ada penghuninya. Kamar mandi yang seharusnya bersih karena disanalah sumber air terlihat tidak terawat, acak-acakkan, lantai yang licin akibat tidak pernah di sikat.
 Kondisi dinding rumah yang ditambal dengan koran karena hampir semua dinding tersebut bolong karena lapuk, tidak kalah dengan atap rumbia yang bocor tidak pernah diganti, hal ini adalah kondisi yang sangat menyedihkan. Namun yang membuat penulis bersukur adalah para pemulung ini jarang sakit, dengan tubuh yang kebal dan terlatih untuk makan apa saja yang ada di pembuangan sampah, mulai dari makanan kadaluarsa, makanan basi, sampai kepada makanan yang sudah berulat sekalipun. Pakaian yang para pemulung ini pakai sebagian besar adalah pakaian yang mereka temukan di tempat pembuangan sampah, mereka cuci dan akhirnya dipakai, kelihatan masih baik !.
      Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia (GPIBI) hidup di tengah-tengah komunitas pemulung ini dengan tujuan membawa jiwa-jiwa datang kepada Tuhan.
Penyesuaian Diri
Tahap pendekatan biasanya memiliki proses dan itu berarti diperlukan waktu, kesabaran, persahabatan dan kelemah lembutan karena tidak semudah yang kita bayangkan untuk menyesuaikan diri dengan orang lain. Kalau ada suatu pepatah yang mengatakan bahwa jika ingin mengerti atau berteman dengan semut maka kita harus menjadi semut dan lain sebagainya. Terkadang banyak orang yang ingin segera akrab, dan bercengkrama dengan orang yang baru saja ia kenal, tanpa ia sadari bahwa untuk hal itu diperlukan penyesuaian diri. Demikian halnya untuk menjangkau komunitas pemulung ini diperlukan rasa percaya dan persahabatan terapi selalu menghindari paksaan atau kekerasan.
Misalkan kita bersaksi kepada seseorang yang menganut keyakinan yang umum dalam kebudayaan barat. kita mungkin bertahun-tahun bisa untuk akrab dan bercengkrama. Hubungan baik dan kehangatan harus dikembangkan sehingga orang yang bersangkutan mempercayai pernyataan-pernyataan kita dan merasa leluasa dalam membicarakan masalah-maslah pribadi dan hal-hal mendalam bersama kita. Dengan kata lain penyesuaian diri yang berarti lebih mudah terjadi diantara sahabat daripada diantara perkenalan biasa. [6]  Penulis berusaha bersahabat dengan wajar dan bersinambung. Persahabatan itu bukanlah sekedar persahabatan “hai, apa kabar?” dari seorang penjaja yang telah menghafalkan ungkapan-ungkapan yang kedengarannya bersahabat dengan senyum  yang ditempelkan. Sikap persahabatan kilat demikian lebih menciptakan kecurigaan daripada kepercayaan, dan apabila orang curiga terhadap kita ia pun akan mencurigai setiap apa yang kita katakan.
Sikap memaksa adalah sikap yang tidak baik kita lakukan terrhadap para pemulung karena hal itu akan mengakibatkan kekerasan hati mereka secara khusus terhadap injil.                    
Sentralisasi Pelayanan
            Dalam memulai pelayanan diperlukan satu dasar dan satu tujuan yang jelas karena jika kita membuat satu tujuan yang jelas maka akan mudah sekali menyelesaikan masalah yang terjadi ditengah-tengah pelayanan karena dalam melayani diperlukan fokus pelayanan yang akan membawa kita masuk kepada satu sistem kerja yang sistematis. Dengan berbagai tindakan dan berbagai motivasi mendorong Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia Simpang Kongsi Pancur Batu untuk berjuang terus dalam melayani dengan berdasarkan pada visi dan misi yang telah ada sejak awal, Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia memberikan aplikasinya untuk Tuhan, dan dengan adanya jemaat pemulung yang dikatakan banyak orang adalah “orang kecil” tetapi jemaat dan para pelayan tetap bersyukur sebab seluruh jemaat bahkan para tim percaya bahwa hal-hal kecil dapat dapat membuat perbedaan yang besar sehingga setiap orang tahu yang kecil adalah dasar dari yang besar.
            Zig Ziglar dalam bukunya menuliskan bahwa “bukalah mata Anda dan tidak diragukan lagi Anda akan melihat seratus hal yang bisa dan dapat membuat Anda menyatakan rasa syukur” [7]  Visi dan misi Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia ini  sangat fokus dengan adanya pelayanan kepada pemulung menjadikan gereja ini berbeda dengan gereja lainnya. Walaupun pada dasarnya yang namanya pelayanan bukan hanya kepada kaum miskin tetapi juga kepada kaum yang cukup mampu, sebab injil diberitakan untuk segala bangsa, suku dan bahasa. Namun, yang menjadi dasar gereja ini adalaha rasa keterbebanan untuk membawa masyarakat yang marginal ini kepada satu peningkatan kehidupan rohani yang lebih baik, serta kehidupan ekonomi yang juga baik.
            Ketika gereja melihat pada awalnya para pemulung di Simpang Kongsi memiliki pola hidup yang rusak, karakter yang kurang berkenan dihadapan Allah. Hal inilah yang membuat tim Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia memfokuskan diri untuk melayani pemulung sama halnya Tuhan Allah yang memakai Yehezkiel untuk melaksanakan rencana Allah memulihkan bani Israel. Sebab Firman Allah menyatakan bahwa “Beginilah Firman Tuhan Allah kepada tulang-tulang ini: Aku memberi nafas hidup didalammu supaya kamu kembali hidup” [8] didalam penglihatan mengenai pemulihan bani Israel itu seluruh rencananya diprakarsai oleh Tuhan sendiri. Tetapi Tuhan memakai nabi Yehezkiel sebagai alat-Nya Artinya, didalam melaksanakan rencana tersebut Tuhan tetap memakai sumber daya manusia. [9]
Mencari Rekan Sekerja
            Tugas pelayanan ini adalah tugas yang berat. Tidak mungkin seorang gembala bekerja sendiri. Sebelum merekrut dan melatih anggota tim dalam pelayanan (rekan sekerja) akan sangat membantu bila lebih dahulu membuat daftar mengenai tugas-tugas pokok sehingga kita tahu bagaimana kemampuan dan kualitas yang dimiliki oleh para calon pelayan. Pelayanan yang maju adalah pelayanan yang bekerjasama, membagi tugas, mengeluarkan segala karunia-karunia yang ada pada setiap pelayan. [10] demikian ketika Yesus memperlengkapi murid-muridnya untuk ikut ambil bagian dalam pelayanan.
 “meskipun pada ketika itu murid-murid yang diperlengkapi Yesus kelihatannya gagal, namun dikemudian hari murid-murid bangkit. Dengan penuh keberanian mereka membela injili Kristus, bahkan menyerahkan nyawa bagi Yesus Kristus dalam misi pemberitaan injil. Keberhasilan muri-murid dalam pemberitaan injil merupakan pengaruh dari model kepemimpinan yang mereka pelajari dari Yesus.” [11]

Yang menjadi harapan setelah 4 tahun Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia ada di Simpang Kongsi Pancur Batu diharapkan bahwa semua anggota baik tua maupun muda akan memulai dalam:
  • Seni dialog lewat pertemuan-pertemuan kelompok
Kelompok-kelompok kecil merupakan suasana yang terbaik untuk proses pendewasaan, termasuk persiapan para pemimpin baru, kelompok-kelompok kecil menggerakkan kemauan supaya terlibat dalam pelayanan. Dan kelompok-kelompok kecil memeungkinkan pertumbuhan jemaat yang tidak terbatas. [12]
  • Keterampilan melakukan pembedaan Roh melalui refleksi dalam suasana doa
  • Memiliki jiwa yang mau bekerja sama antar anggota dan aksi nyata  dilingkungan berdekatan.
  • Gembira bersama dalam pelayanan liturgy maupun ibadah bersama, perayaan-perayaan sosial lainnya.
  • Evaluasi yang jujur
Kriteria dalam sebuah tim adalah : Bertumbuh, Bersedia/ mau melayani, mudah didik, bertanggung jawab, ramah, kesaksian yang baikterhadap orang luar, dan siap bertumbuh dan bertanggung jawab. [13]
Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia di Simpang Kongsi juga merindukan supaya rekan sekerja dalam melayani Tuhan tidak hanya tim yang sudah ada tetapi dengan adanya dan bertambahnya pelayanan maka gereja juga memerlukan jemaat pemulung ini untuk ambil bagian dalam pelayanan, untuk memakai mereka dalam pelayanan. Gereja juga memiliki prinsip dan syarat seperti yang dituliskan Paulus kepada Timotius ketika memilih dan menugaskan Timotius melayani jemaat.
Ronald. W. Leigh dalam bukunya menuliskan syarat-syarat tersebut lebih rinci dan mendalam. Apakah syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang pekerja Kristen? Yang jelas ia harus benar-benar orang Kristen, Ia harus, paling tidak sudah nampak bertumbuh secara rohani. Ada dua bidang pertumbuhan yang tampaknya amat penting dalam terang arti Alkitab dan Roh Kudus, seperti yang dibicarakan dalam prinsip. Pertama, Ia harus menguasai ajaran-ajaran Alkitab dengan baik. Hal ini tidak berarti bahwa ia harus menjadi sebuah ensiklopedi Alkitab berjalan, tetapi ia cukup mengenal perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, mengetahui dengan tepat penafsiran ajaran-ajaran Alkitab yang utama, dan memiliki pandangan yang terpadu baik mengenai Allah, manusia dan kehidupan. Paulus berkata kepada Timotius, sang pendeta muda; untuk menjadi seorang yang “berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu” (II Timotius 2: 15).
         Kedua, Ia harus hidup sesuai dengan apa yang diketahuinya. Ia harus secara konsisten memberikan teladan tentang kehidupan Kristen yang muncul dari penerapan akan ajaran-ajaran Alkitab didalam kuasa Roh kudus Paulus berkata kepada Titus, sang pendeta muda, “jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat baik” (Titus 2: 7). [14] Pelayan Kristus juga selalu mencari jalan untuk melayani orang lain, bukan supaya dilayani orang lain.
Penulis melakukan wawancara kepada 10 orang jemaat pemulung dan menanyakan kepada mereka “apakah program GPIBI mempengaruhi keaktifan Anda untuk ambil bagian dalam pelayanan ?”. “sangat berpengaruh” [15] “sangat berpengaruh  karena terdorong untuk melayani atau ada kerinduan besar melayani karena selama ini kegiatan-kegiatan sudah membawa saya dari jalan gelap kepada yang terang” [16]
Seluruh jemaat di Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia dipersiapkan dan dilatih untuk memberikan hati melayani karena setiap orang percaya sudah sungguh-sungguh hidup didalam Kristus maka ia wajib untuk melayani bukan hanya pendeta atau para pelayan-pelayan lainnya tetapi setiap orang yang sudah menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruslamat.
“Saya ingin melayani tetapi saya tidak punya keberanian, saya takut karena saya merasa tidak punya kemampuan apa-apa, misalnya nyanyi suara saya tidak bagus, atau khotbah saya tidak pandai berkata-kata, tapi saya rindu sekali melayani” [17]

dalam prinsip pelayan yang sudah ada, kemampuan seseorang akan keluar dengan sendirinya asalkan ada kemauan dan komitmen.
“Apakah orang terpanggil kepada pekerjaan Kristus ? ya, setiap orang bertanggung jawab untuk menginjili orang-orang yang terhilang dan membangun mereka yang selama pelayanan Kristen adalah bagian dari kehidupan Kristen” [18]

            Dengan adanya Amanat Agung yang tertulis jelas maka akan memberikan ketegasannya sehingga sesungguhnya membawa jiwa yang tersesat atau penginjilan bukanlah suatu paksaan tetapi seharusnya ada kerelaan hati dan kerendahan hati didalamnya. Yesus sendiri sebagai Tuhan menjadi kewajiban untuk memenangkan orang yang tersesat. Beberapa kali tertulis ketika Yesus menyampaikan Firman Tuhan Ia selalu menekankan bahwa Anak Manusia datang bukan untuk menyelamatkan yang ada tetapi yang tidak ada, contoh lain mengatakan bahwa Yesus datang bukan untuk orang yang sehat melainkan orang yang sakit.
            “saya merasa gugup jika berbicara kepada orang lain, ya, maklumlah saya tidak tamat SD, sepertinya saya takut salah ngomong” [19] sesungguhnya jika kita punya keinginan untuk memberikan sesuatu kepada Tuhan maka Tuhan juga akan memberikan hikmat berkata-kata kepada siapapun termasuk orang asing sekalipun. Allah selalu mendukung penginjilan ditengah-tengah bangsa-bangsa yang tidak kenal dan lebih dari itu Allah berkenan kepada pertobatan orang-orang yang telah lama hilang selama ini.
            Setelah diwawancarai secara terbuka ternyata kriteria jemaat yang mau melayani sebagai berikut: tamatan SD sekitar 4 orang, yang tamatan SMP sekitar 5 orang, sementara yang melayani tamatan SMA ada 2 orang. Dan jika dipersentasekan dari 11 orang yang mau melayani (berarti 100 %) hanya 4 orang saja yang paling antusias dalam pelayanan (berarti 36,3 %), sebagian mereka memiliki alasan yang dipengaruhi oleh intelektual mereka yang tamatan sekolahnya rendah. Jadi, ternyata tingkat pendidikan mereka mempengaruhi keefektifan mereka untuk melayani. Ternyata dengan adanya program gereja di GPIBI memberi dampak yang positif  bagi kerinduan jemaat untuk melayani, walaupun perlu latihan khusus. Lewat wawancara penulis mendengar jawaban mereka  “saya punya kerinduan melayani” itu adalah hal yang sangat luar biasa karena kami para pelayan merasa berhasil.
Tahap Penjangkauan
            Ada sebuah fenomena, sebuah fakta kenyataan bahwa orang miskin itu menyenangkan. Hasil kajian pemberdayaan masyarakat miskin di era otonomi daerah di Yogyakarta, tepatnya di sebuah desa di Kabupaten Kulonprogo, memberikan sebuah cerita bahwa di jaman reformasi (diplesetkan orang repot-nasii) ternyata etika sebuah proyek, program atau apapun namanya yang berkaitan dengan datangnya sebuah bantuan, “masyarakat” (yang tidak menyadari siapa dirinya) berlomba-lomba  mendaftarkan diri menjadi orang miskin atau dengan kata lain me-miskin-kan diri. Gejala apa ini? [20]
Terkadang dalam menjangkau komunitas miskin ini akan banyak mengalami tantangan tetapi diperlukan kesabaran yang ekstra. Di Simpang Kongsi jemaat-jemaat yang ada sering sekali mengeluh akan kurangnya keperluan mereka setiap hari. Tetapi terlepas dari kehidupan yang serba sulit gereja juga harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan jemaatnya bukan hanya secara rohani tetapi juga secara finansial. Untuk menjangkau mereka diperlukan metode-metode yang akan membawa mereka pada satu harapan bahwa kehidupan mereka akan lebih baik dan akan lebih terjamin karena gereja ambil bagian dalam penjangkauan mereka. Dalam ruang lingkup pemulung ada beberapa prinsip yang perlu diantisipasi sehingga menghasilkan perubahan yang cukupb baik: 
  1. Prinsip pertama, menanggulangi selagi volumeya masih kecil di tingkat RT/RW atau kelurahan. Sampah seperti api, selagi volumenya kecil, lebih mudah dikelola ketimbang menjadi besar sulit dikendalikan dan membawa bencana. Sampah terdiri dari bahan organis yang bisa diolah menjadi pupuk kompos dan bahan anorganis yang bisa didaur ulang para pemulung.
  2. Prinsip kedua, menanggulangi sampah dengan pendekatan “dari bawah” dalam merencanakan, melaksanakan, kontrol, dan evaluasi dengan semangat partisipatif merangsang masyarakat berperan serta secara aktif.
  3. Prinsip ketiga, memberi penghargaan dan pengakuan atas jerih payah anggota masyarakat yang terbukti berhasil mengelola sampah. [21]
Jembatan Kontekstualisasi
            Berbicara mengenai jembatan kontekstualisasi maka kita akan melihat bagaimana sebenarnya caranya untuk melakukan pendekatan dan melakukan banyak komunikasi dengan para pemulung yang ada di Simpang kongsi. Biasanya para missionaris pada dahulu banyak melakukan pendekatan dengan cara kontekstualisasi. Dan hal itu akan lebih bermanfaat, karena dengan melihat konteks atau keadaan yang dialami oleh para pemulung maka sesungguhnya penyesuaian diri dengan mereka adalah dengan cara ikut ambil bagian dalam pola hidup mereka.
            Nommensen dalam pelayanannya di tengah-tengah suku Batak adalah merupakan satu bentuk metode palayanan yang bertujuan untuk mendekatkan dirinya kepada suku Batak pada waktu itu. Dan metodenya itu cukup berhasil, apalagi didukung dengan ketulusan hatinya dan semangatnya untuk memenangkan suku Batak. Jembatan kontekstualisasi merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri dengan orang yang dituju. Demikian halnya dengan pelayanan Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia para pelayan melakukan pendekatan yang sama terhadap para pemulung di Simpang Kongsi. Salah satunya para pelayanan biasanya ikut serta untuk bekerja di pembuangan sampah untuk mengambil kayu api. Selain itu juga pelayan mencoba untuk mendekatkan diri dengan membantu mereka menyelesaikan pekerjaan mereka mengambil “parnap” (demikian istilah yang pemulung katakan, berupa nasi sisa atau basi untuk ternak mereka: babi).
“para pelayan disini banyak membantu dalam pekerjaan kami, terkadang mereka membantu mengumpulkan parnap, ngak jijik mereka malahan mereka senang mengerjakannya. Saya pikir mereka semua baik sekali kepada semua jemaat dan saya sendiri merasakan bagaimana pertolongan mereka.” [22]

Para pelayan menyamakan diri mereka dengan para pemulung dan kehidupan mereka yang selama ini ada di pembuangan sampah. Dengan tanpa merasa jijik dan merasa sungkan para pelayan mencoba untuk tidak membuat perasaan para pemulung minder. Mereka menerima kehadiran para pelayan dengan baik dan mereka  merasa  menjadi sangat dihargai karena walaupun pemulung ternyata mereka tidak dijauhkan dari kehidupan orang-orang yang mereka anggap sebagai orang penting dan kudus.
“Ketika kami menyelidiki legenda-legenda orang Sawi dan mempelajari adat-istiadat mereka, kami menghadapi kenyataan bahwa kami hidup dan bekerja didalam suatu masyarakat yang memujua penghianatan sebagai suatu ideal….kami mengerti mengapa kami merasakan suatu goncangan budaya dalam kehidupan kami ditengah-tengah mereka, namun kami telah diutus oleh Allah untuk membawa mereka kepada Kristus. Kunci yang diberikan Allah kepada kami adalah untuk memasuki hati orang Sawi ialah prinsip analogi penebusan – menerapkan kebenaran rohani kepada adat setempat. Prinsip yang kami lihat adalah apa yang sudah disiapkan Allah bagi penginjilan masyarakat ini dengan menyempurnakan analogi-analogi penebusan yang terdapat dalam kebudayaan mereka sendiri. ” [23]

            dari pandangan tokoh ini maka penulis mengambil kesimpulan bahwa dengan mengenal kebiasaan dan pola hidup mereka dapat menjadi satu kunci untuk masuk kedalam kehidupan para pemulung. Gereja menjadi sama dengan para pemulung lainnya, turun kesampah dan tidak merendahkan kehidupan mereka.
 Paradigma tentang Pemulung
         Dalam bukunya The Seven Habits Stephen R. Covey menuliskan bahwa:

“Tujuh kebiasaan manusia yang sangat efektif mencakup banyak prinsip dasar dari efektivitas manusia kebiasan itu bersifat mendasar; merupakan hal yang primer. Kebiasaan itu menggambarkan internalisasi prinsip-prinsip yang benar menjadi dasar bagi kehidupan dan keberhasilan yang langgeng. Akan tetpai sebelum kita dapat dan benar-benar mengerti ketujuh kebiasaan itu; kita perlu mengerti “paradigma” kita sendiri dan bagaimana membuat suatu “perubahan paradigma”. [24]    

Sangat menarik bahwa para pemulung yang memiliki pola hidup atau kebiasaan tidak dapat kita pahami lebih jauh karena kita harus tahu terlebih dahulu “paradigma” kita sendiri dan membuat suatu perubahan paradigma. Bagi penulis hal ini bisa dikatakan “gampang-gampang susah” sebab jika kita salah dalam mengubah paradigma maka yang adalah muncul penyimpangan. Itu artinya perubahan kebenaran yang sesungguhnya. Paradigma itu sendiri menurut Covey adalah:
Kata paradigma berasal dari bahasa Yunani. Kata ini semula merupakan istilah ilmiah, dan lebih lazim digunakan sekarang ini dengan arti model, teori dan persepsi, asumsi, atau kerangka acuan. Dalam pengertian yang lebih umum, paradigma adalah cara kita melihat dunia – bukan  berkaitan dengan pengertian visual dari tindakan melihat, melainkan berkaitan dengan persepsi, mengerti, menafsirkan. [25]

Banyak orang yang berpikir atau memandang komunitas pemulung ini adalah komunitas yang sangat bawah karena pada dasarnya orang-orang memiliki paradigma yang beranggapan bahwa para pemulung tidak mampu mengembangkan dirinya, para pemulung tidak mampu untuk hidup bersih dan sehat. Para pemulung adalah komunitas yang sangat rendah dibandingkan dengan supir-supir atau tukang becak sekalipun. Hal inilah yang menciptakan teori-teori dan penjelasan yang kita sebut dengan paradigma.
            Alangkah dangkalnya paradigma kita terhadap para pemulung. Untuk itulah Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia (GPIBI) mencoba untuk mengubah paradigma orang-orang yang menganggap rendah komunitas pemulung. Penulis amat sangat kagum dengan paradigma Yesus sebagai Allah yang tidak pernah membedakan antara orang-orang miskin  dan orang kaya. Justru kita mengetahui bahwa Yesus mati adalah untuk menyelamatkan yang hilang, menyembuhkan yang sakit, yang miskin diperkaya, yang lumpuh berjalan dan lain sebagainya. Mengapa Allah memerintahkan kita memberikan persembahan untuk pekerjaanNya ? Bukankah Dia kaya dan berkuasa? tidak bisakah Allah secara langsung menyediakan kebutuhan-kebutuhan itu dengan cara yang ajaib, semudah membalik tangan? Tentu Allah bisa, tetapi Dia tidak mau. Allah suka bekerja sama dengan manusia, Allah tidak mau bekerja sendiri, Ia ingin melibatkan manusia untuk melakukan pekerjaannya.
            Terkadang paradigma dikepala kita yang berkata bahwa segala sesuatunya sebagaimana adanya yang kita sebut realitas dan ada juga mengatakan bahwa segala sesuatunya seperti seharusnya yang disebut nilai. [26] Kita menafsirkan apa yang kita lihat dan alami melalui realitas dan nilai tetapi menjadi pertanyaan besar, kita jarang mengatakan bahwa apakah realitas dan nilai itu akurat sebagai bukti bahwa kebenaran tentang para pemulung itu benar ? Covey  juga  mengatakan bahwa “kita masing-masing cenderung berpikir bahwa kita melihat segala sesuatu sebagaimana adanya, bahwa kita sudah objektif. Namun, pada kenyataanya tidak demikian”. Kita melihat dunia, bukan sebagaimana dunia adanya, melainkan sebagaimana kita adanya – atau sebagaimana kita terkondisikan untuk melihatnya. [27] faktanya adalah bahwa para pemulung adalah komunitas yang terabaikan, sesungguhnya mereka layak untuk maju dan berkembang dan bahkan mereka adalah manusia yang sama kedudukannya dihadapan Allah. Mereka memiliki hati untuk lebih baik hanya saja kesempatan yang belum ada.
            Beberapa paadigma yang sering kali muncul dalam pemikiran para pemulung adalah :
  1. Para pemulung terus berpikiran dan berpandangan bahwa mereka adalah keluarga pra sejahtera yang harus ditolong dan dikasihi.
  2. Memberikan satui pemahaman bahwa mereka berhak hidup lebiih layak dan lebih baik, dan setiap orang seharusnya mendukung mereka sebagai pemulung.
            Oleh sebab itu, fakta menyadarkan kita bahwa dengan mengerti paradigma dasar atau asumsi kita dan sejauh mana kita telah dipengaruhi oleh pengalaman kita maka semakin kita dapat menerima tanggung jawab untuk paradigma tersebut  dan memeriksanya dan mengujinya berdasarkan realitas, mendengarkan orang lain dan bersikap terbuka terhadap persepsi mereka sehingga mendapatkan gambaran yang lebih besar dari pandangan yang jauh lebih objektif.
Sosialisasi Program Kepedulian GPIBI
Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai nation state, sejarah sebuah negara yang salah memandang dan mengurus kemiskinan. Dalam negara yang salah urus, tidak ada persoalan yang lebih besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi. Di tengah upaya untuk semakin menajamkan program penanggulangan kemiskinan di Indonesia perlu dicari metode evaluasi dan monitoring yang tepat agar kualitas pelaksanaan  program penanggulangan kemiskinan menjadi semakin baik di masa datang. Dengan  indikator-indikator yang obyektif dan terukur para pengambil keputusan menjadi lebih mudah melakukan perbaikan-perbaikan dari berbagai segi agar program penanggulangan kemiskinan menjadi lebih berkelanjutan (sustainable) dan tidak bersifat charity. [28]
Gereja membantu jemaat untuk hidup lebih baik dan tidak hanya itu gereja memberikan perhatiannya kepada pemulung lewat bantuan-bantuan yang sudah diusahakan oleh gereja. Terkadang kita sering mengatakan bahwa saya sangat mengasihi sesama, maka hal itu dapat dibuktikan dengan realisasi yang baik, padahal sesungguhnya konsep ke-Kristenan adalah mengasihi Yesus melalui manusia. Pertanyaan akan muncul bagaimana caranya mengasihi Yesus melalui manusia caranya: jikalau seseorang memperlakukan saya seperti sampah dan saya hendak marah, saya melihat kepada orang itu lagi dan – dengan penuh doa – saya bisa merasakan kehadiran Tuhan dibalik orang itu.
            Dengan dibuatnya beberapa program di Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia menjadi bukti bahwa gereja mengasihi jemaat. “Program gereja selama ini sudah baik” [29] Dari 10 orang yang penulis wawancarai ke-10 jemaat yang mengatakan program gereja sudah baik atau 100 % jemaat yang diwawancarai mengakui bahwa program gereja selama ini sudah baik. “Program gereja sudah banyak menolong jemaat, dan cara yang gereja lakukan cukup memuaskan. Gereja selalu mengusahakan dana untuk program yang dilakukan, pendeta Albet cukup aktif ” [30] program GPIBI menolong, lebih baik sekarang kehidupan ekonominya daripada dahulu, karena gereja memberikan jalan keluar untuk stiapm keluhan jemaat ketika melakukan kunjungan kerumah-rumah. [31]
Program-program yang menolong jemaat GPIBI diantaranya program beasiswa ongkos kepada anak sekolah, bantuan pemeliharaan ternak, pelatihan menjahit, proses belajar bahasa Inggris untuk anak-anak, dan ada juga pemuridan sebelum, dibabtis. [32]

Dengan program yang ada di Gereja Prhimpunan Injili Baptis Indonesia ini yang diharapkan adalah suatu perubahan yang meningkat, gereja berusaha memberikan pelayanan yang baik untuk setiap kebutuhan para pemulung. Segala kreatifitas para pelayan dituntut sehingga semuanya ambil bagian.
Dengan adanya program-program ini banyak mempengaruhi saya untuk melayani. Saya rindu melayani karena pada dasarnya saya sadar /bahwa ketika saya percaya kepada Yesus maka saya diwajibkan untuk ambil bagian dalam pelayanan. [33]

  Diantaranya program-program yang membantu anak-anak sekolah Minggu dalam beasiswa ongkos yang dapat menolong keluarga demi keluarga jemaat yang memiliki anak-anak yang masih sekolah. Target dari besar beasiswa ditentukan dengan cara kelas anak yang bersekolah. Jika anak mereka SD maka mereka akan mendapat Rp. 30.000setiap bulannya, sementara jika anak mereka SLTP atau SLTA maka anak itu mendapat beasiswa sebesar Rp. 60.000 setiap bulannya. Tidak hanya itu gereja juga menyediakan bagi anak-anak yang bukan jemaat resmi tetapi mereka tergolong sebagai keluarga pra sejahtera, dengan syarat anak-anak mereka harus dibimbing Firman Tuhan dalam ibadah di gereja setiap Jumat Sore. Tidak ada pemaksaan didalamnya untuk segera pindah dari gereja mereka ke GPIBI.
Proses Pemberdayaan Jemaat Pemulung
            Alkitab menggambarkan bahwa Allah memperhatikan secara khusus orang-orang miskin dan orang-orang yang memerlukan pertolongan. “Yang membela hak anak yatim dan janda dan menunjukkan kasih-Nya kepada orang asing dengan memberikan kepadanya makanan dan pakaian.” [34] Ayat berikutnya merupakan suatu perintah bagi hamba Tuhan supaya memberikan sikap yang sama, “Sebab itu haruslah kamu menunjukkan kasihmu kepada orang asing.”  Sering Alkitab menunjukkan perhatian kepada orang miskin sebagai ukuran yang tepat tentang kesaksian individu.
            Sebagai orang Kristen kita hendaknya selalu memikirkan tentang bagaimana kita memenuhi tanggung jawab kita bagi orang miskin dan yang memerlukan pertolongan. Jadi kita sebagai orang Kristen perlu menyokong program-program yang ditujukan untuk memperbaiki kesehatan, pendidikan, perumahan dan hak-hak resmi orang miskin. Beberapa orang Kristen yang membantu program ini diantaranya menolong membangkitkan kesadaran masyarakat tentang kebutuhan  orang miskin itu. Namun, kita mengetahui bahwa betapapun banyaknya kita menolong orang miskin dan mengubah kondisi sosial dan ekonomi mereka, ini tidak berarti akan melenyapkan kemiskinan yang paling buruk- yaitu kemiskinan Rohani. Kemiskinan yang paling serius berasal dari terpisahnya manusia dari Allah didunia ini yang mengakibatkan  penghukuman kekal didunia yang akan datang. Jadi tanggung jawab utama kita terhadap orang miskin adalah memberitakan injil kepada mereka.
Pemeliharaan Ternak
            Salah satu program yang ada dan cukup berhasil ditengah jemaat yaitu pemeliharaan ternak, diantaranya pemeliharaan ternak babi, dan ayam. Jemaat diberikan ternak dengan pembagian yang ada syaratnya. Gereja menyarankan kepada jemaat untuk memberikan makanan kepada ternaknya dengan makanan yang ada dan sudah tersedia di pembuangan sampah. Untuk ternak babi para pemulung ini mengambil “parnap” di tempat pembuangan sampah, sementara yang memelihara ayam mereka memberikan makanan seadanya.
            Syarat yang diberikan gereja untuk semua jemaat yang mau memelihara ternak dari gereja adalah sebagai contoh: ketika ternak babi mereka sudah melahirkan 6 ekor anak babi maka jemaat wajib memberikan setengah dari jumlah yang ada yakni 3 ekor anak babi kepada gereja. Dan mereka tetap memeliharanya dengan baik jika seandainya dijual maka hasilnyapun dibagi dua. Demikian juga ternak ayam yang diberikan kepada jemaat. Syarat kedua, mereka yang mau memelihara ternak hanya diberikan kepada anggota jemaat yang resmi saja dalam arti jemaat yang sudah mengambil keputusan untuk mendaftarkan dirinya menjadi jemaat resmi Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia.
Proses Belajar-Mengajar Bidang Studi
            Program ini dilakukan untuk anak-anak jemaat dan anak-anak jemaat yang simpatisan. Setiap anak diharapkan untuk mengikuti proses belajar mengajar ini dengan baik karena anak-anak tersebut akan bebas menanyakan pekerjaan rumah mereka yang diberikan oleh guru mereka di sekolah,  tetapi bukan berarti memberikan jawaban yang langsung tetapi mengajarinya kembali. Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia menyediakan guru yang cukup berpengalaman untuk membantu anak-anak belajar. Syarat yang dilakukan adalah anak-anak cukup membayar dengan Rp. 5.000 per anak setiap satu bulan, angka yang cukup terjangkau dan murah sehingga tidak membebani orang tua anak-anak.
            Guru yang ada adalah juga pelayan Tuhan yang memiliki hati yang mau melayani walaupun ia digaji dengan harga yang sangat murah, tapi itulah upahnya demikian kata rasul paulus sebab ketika kita melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh maka upah kita adalah melayani tanpa upah. Bidang studi yang ada adalah bidang studi yang sudah biasa dipelajari oleh anak-anak di sekolah, yang membedakannya adalah anak-anak mendapat pelajaran etika dan pengenalan akan Tuhan semakin dalam. Dan kerinduan kami para pelayan adalah mereka tidak hanya pintar dalam pelajaran dan ilmu pengetahuan tetapi  mereka juga mengenal Tuhan Yesus  secara pribadi menjadi Juruselamat mereka. Dan kelak anak-anak ini juga di persiapkan untuk menjadi pelayan Tuhan nantinya, sebagai tiang gereja yang kokoh.
Pelatihan Menjahit Pakaian
            Program gereja yang lain adalah program menjahit yang di rencanakan untuk melatih dan memberdayakan jemaat yang anak-anak muda yakni, pemudi dan jika adapun kaum ibu yang ingin ikut berpartisipasi maka kita akan latih. Tujuan dari program ini adalah:
  1. Selain mengembangkan kemampuan mereka, gereja berharap mereka dapat memulai satu pekerjaan yang lebih baik dan lebih mendukung ekonomi mereka. Supaya kelak mereka tidak hanya bekerja sebagai pemulung tetapi diharapkan mereka bisa menjadi sumber berkat bagi teman-teman pemulung lainnya.
  2. Supaya ketika mereka memiliki keturunan maka anak-anak mereka akan lebih kreatif dan akan lebih tahu memilih pekerjaan yang ada.
  3. Memberikan satu pelajaran kepada mereka bahwa mereka berhak hidup lebih baik dan lebih mendukung kehidupan mereka.
Pemuridan
            Ada beberapa diskusi tentang istilah pemuridan, namun Leigh menyimpulkan.  Kata “Pemuridan”, “pembentukan murid” dan ”kemuridan” sering digunakan untuk menunjuk pada gagasan yang sama. Tetapi karena “pembentukan murid” terkadang dikacukan dengan “Disiplin” dan karena “kemuridan” sudah lama digunakan untuk mengacu pada dedikasi seseorang, maka disini digunakan kata “pemuridan”. [35]
            Sejumlah penulis membatasi pemuridan pada periode yang mendahului keselamatan. Artinya, mereka menyamakan pemuridan dengan penginjilan. Penulis lainnya membatasi pemuridan pada periode setelah keselamatan. Artinya, mereka menyamakan pemuridan dengan pembinaan. Namun Amanat Agung dalam Matius 28:18-20 mencakup kedua periode itu. Amanat itu menunjuk pada usaha menjadikan murid diantara bangsa-bangsa yang belum mengenal Yesus (Penginjilan). Tetapi sebagai bagian dari proses menjadikan murid, ia pun menunjuk pada pengajaran terhadap individu untuk melakukan perintah-perintah Yesus (pembinaan). Jadi pemuridan adalah suatu proses dimana seorang Kristen yang lebih dewasa berhubungan dengan satu atau lebih orang secara sengaja dan pribadi dalam suatu periode waktu yang panjang, membimbing pengalaman-penglaman mereka sehingga pada akhirnya mereka berkembang menjadi orang Kristen yang dewasa dan mampu melakukan hal yang sama dengan  lainya.  [36]
            Pemuridan adalah cara yang ideal untuk mengubah nilai. Nilai-nilai tertanam dalam diri individu dan tidak mudah diubah. Mereka “terperangkap” dalam proses antar pribadi yang halus. Namun proses-proses yang terjadi dalam pemuridan itu hampir ideal untuk mengubah nilai. Saling menghargai dan rasa percaya bertumbuh antara pemurid dan muridnya. Murid mengamati teladan yang konsisten dalam suatu periode waktu yang panjang. Pemurid dapat melontarkan pertanyaan-pertanyaan pengarahan dalam diskusi-diskusi yang tidak tergesa-gesa. Dan bila sejumlah kecil kelompok teman terlibat didalamnya, pengaruh-pengaruh itu bisa menjadi amat kuat. Selain membimbing anak seperti yang dilakukan orang tua, pemuridan adalah cara yang terbaik untuk mempengaruhi sistem nilai seseorang.
            Pemuridan bukanlah sesuatu yang berbeda dengan bidang-bidang tradisional seperti pendidikan Kristen, Penggembalaan dan Misi. Sebaliknya, Pemuridan adalah inti sari yang dimiliki oleh pelayanan di atas bersama-sama. Pendidik Kristen, Pendeta dan Misionaris semuanya adalah Pemurid. [37] 
            Banyak orang tak pernah terlibat sebagai pemurid karena merasa tak ada orang yang bisa dijadikannya murid. Kalau kita punya anak, kita mempunyai orang yang bisa dijadikan murid. Kalu kita punya tetangga, kita dapat menghubungi dan menginjili mereka. Kalu kita seorang aggota Gereja, mungkin ada lebih banyak orang lagi yang bisa kita tolong. Masalah yang sesungguhnya bukanlah kurangnya orang yang membutuhkan bimbingan, melainkan kurangnya keberanian dan waktu. Kedua kekurangan ini dapat diatasi oleh mereka yang sungguh-sungguh ingin menjadi murid.
            Didalam Markus 16: 15-16, Yesus memberi perintah kepada murid-muridNya untuk memberitakan injil kepada segala makhluk, dan orang-orang yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan. Dalam Matius 28: 19-20 Ia memerintahkan mereka untuk menjadikan segala bangsa murid-Nya. Tanda bahwa seseorang menjadi murid adalah pembaptisan. Dengan demikian, sesudah percaya, dan sesudah dibaptis orang itu harus dimuridkan. Tujuan akhir dari pemberitaan injil adalah untuk menjadikan murid-murid. Hanya murid-murid Yesuslah yang pada akhirnya diakui sebagaimana orang Kristen: “Di Antiokhialah murid-murid itu untuk pertama kalinya disebut Kristen” (Kisah Para Rasul 11: 26).
            Dengan dibaptiskan, orang menyatukan dirinya dengan Kristus didalam kematian, penguburan dan kebangkitanya. “Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia [Kristus] oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh Kemulian Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru”. [38] Jadi, syarat dasar untuk menjadi murid Kristus ialah bahwa orang harus melepaskan hak atas segala harta benda dan miliknya. “Demikian pulalah tiap-tiap orang diantara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku ”. [39]
            Dalam aktifitas pemuridan yang dilakukan kepada para pemulung ini adalah dengan adanya diskusi, dan belajar berdoa jemaat diajar untuk bisa berdoa sebab doa adalah nafas hidup orang percaya, dalam pemuridan dipelajari tentang konsep keselamatan, buah-buah Roh, menjadi anak-anak Allah, serta diajarkan untuk memberikan persepuluhan dan persembahan yang terbaik bagi Tuhan. Dalam aplikasinya jemaat dapat menerapkannya di tengah-tengah pekerjaanya untuk berbuah bagi Kristus, sementara untuk memberikan persembahan atau perpuluhan maka jemaat melakukannya di gereja ketika ibadah Raya berlangsung.
Peneguhan Jemaat
            Langkah selanjutnya yang akan membawa jemaat kepada suatu penjaminan yang baik dari gereja adalah jemaat akan mendapat kesempatan diteguhkan menjadi jemaat yang penuh. Secara khusus jemaat yang selama ini masih simpatisan di Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia di harapkan akan menjadi jemaat resmi yang gereja dapat membimbing secara penuh, tanpa harus sungkan untuk memberikan pengarahan-pengarahan yang berhubungan dengan kegiatan gereja atau program gereja.
            Dalam aktifitas peneguhan jemaat yang dilakukan Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia (GPIBI) jemaat pertama-tama akan melakukan pemuridan, setelah dilakukan pemuridan maka jemaat yang telah dimuridkan akan menerima pembaptisan yang dilakukan oleh gembala. Pembaptisan itu merupakan syarat terpenting dalam peneguhan jemaat, karena pada dasarnya gereja merindukan jemaat adalah jemaat yang benar-benar percaya kepada Yesus. Jemaat yang telah dibabtiskan akan menerima surat telah dibaptiskan bersama dengan formulir keanggotaan jemaat. Dengan mengisi data tersebut maka jemaat mendapat hak yang sama dengan jemaat penuh lainnya.


[2] Jhon Stott, Isu-Isu Global, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2000), 316
[3] Jhon Stott, Isu-Isu Global, 331
[4] Michael Griffiths, Gereja dan Panggilannya Dewasa ini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991), vii
[5] John Stott, Isu-Isu Global , (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2000), 301-304 
[6] Ronald. W. Leigh,  Melayani Dengan Efektif, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2004),  89
[7] Zig Ziglar, Something To Smile About, (Jakarta: Professional Book, 1998), 209
[8] Yehezkiel 
[9] Derek Prince, Membangun Jemaat Kristus, (Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil “IMMANUEL”, 1994), 45-46
[10] Leigh. W. Ronald, Melayani Dengan Efektif, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 1996, 

[11] Elim Simamora, Kepemimpinan Kristen dan Manajemen Gereja, (Medan: STII, tt), 8
[12] Elim Simamora, Kepemimpinan Kristen dan Manajemen Gereja, 25
[13] Ibid, 24
[14] Ronald. W. Leigh, Melayani Dengan efektif, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 25-26
[15] Wawancara dengan Ibu Trifosa (salah satu jemaat GPIBI yang pemulung) pada tanggal 18 Mei 2007/ Sabtu.
[16] Wawancara dengan Gatot Subroto, (salah satu jemaat GPIBI yang pemulung) pada tanggal 18 Mei 2007/Sabtu.
[17] Wawancara dengan Ibu Matanari, (salah satu jemaat GPIBI yang pemulung) pada tanggal 18 Mei 2007
[18]  Ronald. W. Leigh, Melayani Dengan efektif, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 29

[19] wawancara dengan Op. Moses (salah satu jemaat GPIBI yang pemulung) pada tanggal 19 Mei 2007/ Minggu
[20]  http://hasanpoerba.blogspot.com/

[21] http://hasanpoerba.blogspot.com/
                [22] Wawancara dengan Op. Moses (salah satu jemaat di GPIBI yang pemulung) pada tanggal 20 Mei 2007/ Minggu
[23] Don Richardson, Anak Perdamaian, (Bandung: Yayasan kalam Hidup, 2003), 7-8
                [24] Stephen R. Covey, The Seven Habits Of Highly Effective People, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1997), 11
                [25] Stephen R. Covey, The Seven Habits Of Highly Effective People, 11-12
                [26] Ibid, 12 
                [27] Ibid, 17
[28] Artikel: Awan Santosa, Dadit G. Hidayat, Puthut Indroyono, Program Penanggulangan Kemiskinan
                [29] wawancara dengan Bapak Billy Bancin (salah satu jemaat GPIBI yang pemulung) pada tanggal 20 Mei 2007/ Minggu.
                [30] Wawancara dengan Ibu Op. Moses (salah satu Jemaat GPIBI yang pemulung) pada tanggal 20 Mei 2007/ Minggu.
                [31] Wawancara dengan Op. Debora (Salah satu jemaat GPIBI yang pemulung) pada tanggal 27 Mei 2007/ Minggu
                [32] Wawancara dengan Ny. Jhon Sihotang (salah satu jemaat GPIBI yang pemulung) pada tanggal 26 Mei 2007/ Sabtu. 
                [33] Wawancara dengan Ibu Billy Bancin (Salah satu jemaat GPIBI yang pemulung) pada tanggal 26 Mei 2007/ Sabtu. 
                [34] Ulangan 10: 28
[35] Ronald.W.Leigh,Melayani Dengan Efektif,(Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2004),127
[36] Ronald.W.Leigh,Melayani Dengan Efektif,128
[37] Ibid, 131
[38] Roma 6: 4
[39] Lukas 15: 33